Dalam
buku ini terdapat beberapa surat-surat yang dikirim oleh Ibu kita R.A Kartini
kepada beberapa orang yang kesemuanya adalah orang Belanda selama beliau dalam “bui”.
Ada
banyak pelajaran dan akan tampak pula seperti apa perjuangan yang beliau upayakan untuk memperjuankan martabat perempuan dalam dunia
pendidikan di tanah air ini.
Maka
dari itu, di sini akan saya coba kutip beberapa isi surat tersebut yang sudah diterjemahkan Bapak Armijn Pane dari bahasa Belanda dalam bukunya "Habis Gelap Terbitlah Terang" ini. Kurang lebihnya mohon dimaklumi, dan selamat membaca J
~~~
Dari
pada mati itu akan tumbuh kehidupan baru. Kehidupan baru itu tiada dapat ditahan-tahan,dan meskipun sekarang dapat juga ditahan-tahan,besoknya kan tumbuh jua dia, dan hidup makin lama makin kuat makin tangguh.
_Dikutip dari surat Kartini yang tiada
diumumkan_
(Hlm. 1)
***
Oktober 1900
(Nyonya
Ovink-Soer)
Selama hidup saya ini telah kerapkalilah saya rasai sendiri,
bahwa banyak sekali kehendak hati berkenan disertai oleh luka hati.
Banyak kajadian, amatlah banyaknya pada manusia yang
akhir-akhir ini, semuanya membuktikan hal ini: Manusia menimbang – Allahlah
yang memutuskan. Sekalinya itu jadi
peringatanlah bagi kita manusia yang picik ini, ialah peringatan supaya
janganlah sekali-kali angkuh, percaya dengan sungguh-sungguh bahwa kita sendiri
ada kodrat kemauan sendiri.
Adalah Kodrat yang lebih besar, lebih tinggi dari pada
kuasa, dunia semuanya bersama-sama: adalah lagi Iradat, lebih kuat, lebih kuasa
daripada segala kemauana manuasia semuanya bersama-sama.
Sungguh sia-sialah manusia yang takabur mengatakan
kemauannya sendiri keras sebagai besi, kukuh sebagai tenaga raksasa.
Hanya ada satu kemauan, yang boleh dan harus pada kita,
ialah kemauan akan bertuankan dia: Kesucian!
Memang, banyak yang berubah di dalam rohani kami, sungguh
banyak!
(Hlm. 71)
***
28 Juli 1902
(Nyonya
Abendanon)
Tetapi tiada awan di langit yang tetap selamaya, demikia pun
tiada mungkin akan terus-menerus terang cuaca. Sehabis malam gelap gulita,
kerap kali lahirlah pagi yang seindah-indahnya. Dan itulah jadi pelipur hati
saya. Kehidupan manusia itu sambetul dengan keadaan alam. Yang tiap-tiap hari
harus kita do’akan kepada Tuhan : Kekuatan!
Air hujan yang menjadikannya sebatang tumbuh-tumbuhan
berdaun dan bertunas, menumbangkan yang lain, dan menjadikan tumbuhan itu busuk.
(Hlm. 136)
***
4 Oktober 1902
(Tuan Anton dan Nyonya)
Alangkah bahagianya laki-laki, bila perempuannya bukan saja
menjadi pengurus rumah tangganya, ibu anak-anaknya saja, melainkan juga jadi
sahabatnya, yang menaruh minat akan pekerjaanya itu. Hal yang sedemikian itu
tentulah berharga benar bagi kaum laki-laki, yaitu bila dia bukan orang yang
picik pemandangannya dan angkuh.
Kami disini meminta, ya memohonkan, meminta dengan sangatnya
supaya diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, bukanlah
sekali-kali karena kami hendak menjadikan anak-anak perempuan itu saingan orang
laki-laki dalam perjuangan hidup ini, melainkan karna karena kami, _oleh sebab
sangat yakin akan besar pengaruh yang mungkin datang dari kaum perempuan_
hendak menjadikan perempuan lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang
diserahkan oleh Alam sendiri ke dalam tangannya:menjadi ibu _Pendidik manusia
yang peratam-tama.
Bukankah dari perempuanlah manusia itu mula-mula sekali
mendapat didikannya yang biasnaya bukan tidak penting artinya bagi manusia
selama hidupnya.
Perempuanlah yang menaburkan bibit kebaktian dan kejahatan
yang pertama-tama sekali dalam hati sanubari manusia: rasa kebaktian dan
kejahatan itu kebanyakannya tetaplah ada pada manusia itu selam hidupnya.
Beberapa lamanya yang sudah lalu, pada pikir kami, orang yang
pandai yang banyak pengetahunannya,mulia
pulalalh budi pekertinya.Sayang!
Untunglah dengan lekas kami terjaga daripada bermimpi itu – lalu mulailah
tampak oleh kami, bahwa berpengetahuan banyak itu belumlah sekali-kali, menjadi
ijazah tanda mulia budi pekerti orang itu.
Sangatlah terharu hati kami, dan tercengan, ketika kami
maklum hal demikian itu. Ketika kami kami terlepas daripada rasa terharu itu
kami selidiki perkara itu lebih lanjut dalam-dalam, kami cari sebab-sebabnya.
Dan kami pun sampai pulalah ke hadapan pinru gerbang kebenaran yang kedua: “Bukanlah
sekolah itu saja yang mendidik hati sanubari itu, melainkan pergaulan di rumah
terutama harus mendidik pula! Sekolah mencerdaskan pikiran sedang kehidupan di
rumah tangga membentu watak anak itu!”
Ibulah yang jadi pusat kehidupan rumah tangga, dan kepada
ibu itulah dipertanggung jawabkan kewajiab pendidikan anak-anak yang berat itu:
yaitu bagian pendidikan yang membentuk budinya. Berilah anak-anak gadis pendidikan
yang sempurna , jagalah supaya ia cakap memikul kewajiban yang berat itu.
O, tahulah kiranya sekalian ibu, apa yang sebenarnya
diteri,anya, bila ia karuniani bahagia perempuan yang sebesar-besranya:
kemewahan ibu! Bersama-sam dengan menerima anak itu diterimanyalah kewajiabn
untuk membentuk masa yang akan datang. Aduahai, jelas dan teranglah kiranya
tergambar di hadapan matanya, kewajiban yang dipertanggung jawabkan oleh
keibunannya kepada dirinya. Dia mendapat anak itu itu bukanlah untuk dirinya .
Dia mendapat anak itu bukanlah untuk dirinya
sendiri: anak itu menjadi anggotanya kelak, keluarga yang sangat besarnya
itu yang dinamai Masyarakat itu!
(Hlm . 150-152)
***
21 November 1902
(Tuan
E.C. Abendanon)
Bila kami tilik
baik-baik, maka baik jugalah rasanya tiada semuanya kehendak hati kami terkabul. Tiadalah akan senang rasanya hati, bila tiada satu pun yang kami
kehendakai, tetapi alangkah pula sedihnya, bila semua yang kami kehendaki
terkabul. Oleh pengalaman sendiri, tahulah kami bahwa kerap kali bercucuranlah
air mata sedih dahulu, maka keinginan hati itu terkabul.
(Hlm. 159)
***
Sekian beberapa surat-surat dari R.A Kartini dalam buku ini yang dapat tuliskan. Terimaksih
sudah berkenan mampir di blog ini, tunggu postingan-postingan baru berikutnya J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar